"Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, 'Aku hendak menjadikan KHALIFAH di BUMI.."
[Surah Al-Baqarah: 30]


Saturday, November 10, 2012

Kisah Cinta Agong Nabi Yaakub A.S



Nabi Ya’akub adalah putera dari Nabi Ishaq bin Ibrahim sedang ibunya adalah anak saudara dari Nabi Ibrahim, bernama Rifqah binti A’zar. Ia adalah saudara kembar dari putera Ishaq yang kedua bernama Ishu.
Antara kedua saudara kembar ini tidak terdapat suasana rukun dan damai serta tidak ada menaruh kasih-sayang satu terhadap yang lain bahkan Ishu mendendam dengki dan iri hati terhadap Ya’akub saudara kembarnya yang memang dimanjakan dan lebih disayangi serta dicintai oleh ibunya. Hubungan mereka yang renggang dan tidak akrab itu makin buruk dan tegang setelah diketahui oleh Ishu bahwa Ya’akublah yang diajukan oleh ibunya ketika ayahnya minta kedatangan anak-anaknya untuk diberkahi dan didoakan, sedangkan dia tidak diberitahu dan tidak mendapat kesempatan seperti mana Ya’akub memperoleh berkah dan doa ayahnya, Nabi Ishaq.
Melihat sikap saudaranya yang bersikap dingin dan mendengar kata-kata sindirannya yang timbul dari rasa dengki dan iri hati, bahkan baginda selalu diancam, maka datanglah Ya’akub kepada ayahnya mengadukan sikap permusuhan itu. Baginda mengeluh : ” Wahai ayahku! Tolonglah berikan fikiran kepadaku, bagaimana harus aku menghadapi saudaraku Ishu yang mendendam dengki kepadaku dan selalu menyindirku dengan kata-kata yang menyakitkan hatiku, sehinggakan menjadi hubungan persaudaraan kami berdua renggang dan tegang tidak ada saling cinta mencintai saling sayang-menyayangi. Dia marah karena ayah memberkahi dan mendoakan aku agar aku memperolehi keturunan soleh, rezeki yang mudah dan kehidupan yang makmur serta kemewahan . Dia menyombongkan diri dengan kedua orang isterinya dari suku Kan’aan dan mengancam bahwa anak-anaknya dari kedua isteri itu akan menjadi saingan berat bagi anak-anakku kelak didalam pencarian dan penghidupan dan macam-macam ancaman lain yang mencemas dan menyesakkan hatiku. Tolonglah ayah berikan aku fikiran bagaimana aku dapat mengatasi masalah ini serta mengatasinya dengan cara kekeluargaan."
Berkata si ayah, Nabi Ishaq yang memang sudah merasa kesal hati melihat hubungan kedua puteranya yang makin hari makin meruncing. ” Wahai anakku, kerana usiaku yang sudah lanjut aku tidak dapat menegah kamu berdua, ubanku sudah menutupi seluruh kepalaku, badanku sudah membongkok, raut mukaku sudah kusut berkerut dan aku sudak berada di ambang pintu perpisahan dari kamu dan meninggalkan dunia yang fana ini. Aku khuatir bila aku sudah menutup usia, gangguan saudaramu Ishu kepadamu akan makin meningkat dan ia secara terbuka akan memusuhimu, berusaha mencari kecelakaan mu dan kebinasaanmu. Ia dalam usahanya memusuhimu akan mendapat sokongan dan pertolongan dan saudara-saudara iparnya yang berpengaruh dan berwibawa di negeri ini. Maka jalan yang terbaik bagimu, menurut fikiranku, engkau harus pergi meninggalkan negeri ini dan berhijrah engkau ke Fadan A’raam di daerah Irak, di mana bermukin bapa saudaramu saudara ibumu Laban bin Batu;il. Engkau dapat mengharap dikahwinkan kepada salah seorang puterinya dan dengan demikian menjadi kuatlah kedudukan sosialmu, disegani dan dihormati orang kerana karena kedudukan mertuamu yang menonjol di mata masyarkat. Pergilah engkau ke sana dengan iringan doa daripadaku semoga Allah memberkahi perjalananmu, memberi rezeki murah dan mudah serta kehidupan yang tenang dan tenteram."
Nasihat dan anjuran si ayah mendapat tempat dalam hati si anak. Ya’akub melihat dalam anjuran ayahnya jalan keluar yang dikehendaki dari krisis hubungan persaudaraan antaranya dan Ishu, apatah lagi dengan mengikuti saranan itu ia akan dapat bertemu dengan bapa saudaranya dan anggota-anggota keluarganya dari pihak ibunya .Ia segera berkemas-kemas membungkus barang-barang yang diperlukan dalam perjalanan dan dengan hati yang terharu serta air mata yang tergenang di matanya ia meminta kepada ayahnya dan ibunya ketika akan meninggalkan rumah.

Nabi Ya’akub Tiba di Iraq
Dengan melalui jalan pasir dan Sahara yang luas dengan panas mataharinya yang terik dan angi samumnya {panas} yang membakar kulit, Ya’akub meneruskan perjalanan seorang diri, menuju ke Fadan A’ram dimana bapa saudaranya Laban tinggal. Dalam perjalanan yang jauh itu , baginda sesekali berhenti beristirehat bila merasa letih dan lesu. Dalam salah satu tempat perhentiannya ia berhenti kerana sudah sangat letih, baginda tertidur di bawah teduhan sebuah batu karang yang besar. Dalam tidurnya yang nyenyak, baginda mendapat mimpi bahawa baginda dikurniakan rezeki luas, penghidupan yang aman damai, keluarga dan anak cucu yang soleh dan berbakti serta kerajaan yang besar dan makmur. Terbangunlah Ya’akub dari tidurnya, mengusapkan matanya menoleh ke kanan dan ke kiri dan sedarlah ia bahawa apa yang dilihatnya hanyalah sebuah mimpi. Namun baginda percaya bahwa mimpinya itu akan menjadi kenyataan di kemudian hari sesuai dengan doa ayahnya yang masih tetap mendengung di telinganya. Dengan diperoleh mimpi itu ,ia merasa segala letih yang ditimbulkan oleh perjalanannya menjadi hilang seolah-olah ia memperolehi tanaga baru dan bertambahlah semangatnya untuk secepat mungkin tiba di tempat yang di tuju dan menemui sanak-saudaranya dari pihak ibunya.
Tiba pada akhirnya Ya’akub di depan pintu gerbang kota Fadan A’ram setelah berhari-hari siang dan malam menempuh perjalanan yang membosankan tiada - yang dilihat selain dari langit di atas dan pasir di bawah. Alangkah lega hatinya ketika ia mulai melihat binatang-binatang peliharaan berkeliaran di atas ladang-ladang rumput, burung-burung berterbangan di udara yang cerah dan para penduduk kota berhilir mundir mencari nafkah dan keperluan hidup masing-masing.

Bertemu dengan Puteri Laban
Sesampainya di salah satu persimpangan jalan, baginda berhenti sebentar bertanya salah seorang penduduk di mana letaknya rumah saudara ibunya Laban barada. Laban seorang kaya-raya yang merupakan pemilik dari suatu perusahaan perternakan yang terbesar di kota itu. Tidak sukar bagi seseorang untuk menemukan alamatnya. Penduduk yang ditanyanya itu segera menunjuk ke arah seorang gadis cantik yang sedang menggembala kambing seraya berkata kepada Ya’akub; "Kebetulan sekali, itulah dia puterinya Laban yang akan dapat membawamu ke rumah ayahnya. Dia bernama Rahil."
Dengan hati yang berdebar, pergilah Ya’akub menghampiri si gadis yang ayu dan cantik itu, lalu dengan suara yang terputus-putus seakan-akan ada sesuatu yang mengikat lidahnya, baginda mengenalkan diri, bahawa baginda adalah saudara sepupunya sendiri. Ibunya yang bernama Rifqah adalah saudara kandung dari ayah si gadis itu. Selanjutnya baginda menerangkan kepada gadis itu bahwa dia datang ke Fadam A’raam dari Kan’aan dengan tujuan hendak menemui Laban, ayahnya untuk menyampaikan pesanan Ishaq, ayah Ya’akub kepada gadis itu. Maka dengan senang hati seta sikap yang ramah dan muka yang manis, disilakan Ya’akub mengikutinya berjalan menuju rumah Laban bapa saudaranya.
berpeluk-pelukanlah dengan mesranya si bapa saudara dengan anak saudara, menandakan kegembiraan masing-masing dengan pertemuan yang tidak disangka-sangka itu dan mengalirlah pada pipi masing-masing air mata yang dicucurkan oleh rasa terharu dan sukcita. Maka disiapkanlah oleh Laban bin Batu’il tempat dan bilik khas untuk anak saudaranya Ya’akub yang tidak berbeza dengan tempat-tempat anak kandungnya sendiri di mana ia dapat tinggal sesuka hatinya seperti di rumahnya sendiri.
Setelah selang beberapa waktu tinggal di rumah Laban, bapa saudaranya sebagai anggota keluarga disampaikan oleh Ya’akub kdp bapa saudranya pesanan Ishaq ayahnya, agar mereka berdua dapat berbesan dengan mengahwinkannya kepada salah seorang dari puteri-puterinya. Pesanan tersebut di terima oleh Laban dan setuju akan mengahwinkan Laban dengan salah seorang puterinya, dengan syarat sebagai maskahwin, ia harus memberikan tenaga kerjanya di dalam perusahaan penternakan bakal mentuanya selama tujuh tahun. Ya’akub menyetujuinya syarat-syarat yang dikemukakan oleh bapa saudaranya dan bekerjalah ia sebagai seorang pengurus perusahaan penternakan terbesar di kota Fadan A’raam itu.
Setelah mas tujuh tahun dilampaui oleh Ya’akub sebagai pekerja dalam perusahaan penternakan Laban, baginda menagih janji bapa saudaranya yang akan mengambilnya sebagai anak menantunya. Laban menawarkan kepada Ya’akub agar menyunting puterinya yang bernama Laiya sebagai isteri, namun anak saudaranya menghendaki Rahil adik dari Laiya, kerana dia lebih cantik dan lebih ayu daripada Laiya yang ditawarkannya itu. Keinginan baginda diutarakannya secara terus terang oleh Ya’akub kepada bapa saudaranya, yang juga dari pihak bapa saudaranya. Dia memahami dan mengerti isi hati anak saudaranya itu. Akan tetapi adat istiadat yang berlaku pada waktu itu tidak mengizinkan seorang adik melangkahi kakaknya kahwin lebih dahulu. kerananya sebagi jalan tengah agak tidak mengecewakan Ya’akub dan tidak pula melanggar peraturan yang berlaku, Laban menyarankan agar anak saudaranya Ya’akub menerima Laiya sebagai isteri pertama dan Rahil sebagai isteri kedua yang akan di sunting kelak setelah ia menjalani mas kerja tujuh tahun di dalam perusahaan penternakannya.
Ya’akub yang sangat hormat kepada bapa saudaranya dan merasa berhutang budi kepadanya yang telah menerimanya di rumah sebagai keluarga, melayannya dengan baik dan tidak dibeza-bezakan seolah-olah anak kandungnya sendiri, tidak dapat berbuat apa-apa selain menerima cadangan bapa saudaranya itu. Perkahwinan dilaksanakan dan kontrak untuk masa tujuh tahun kedua ditanda-tangani.
Begitu masa tujuh tahun kedua berakhir dikahwinkanlah Ya’akub dengan Rahil gadis yang sangat dicintainya dan selalu dikenang sejak pertemuan pertamanya tatkala ia masuk kota Fadan A’raam. Dengan demikian Nabi Ya’akub beristerikan dua wanita bersaudara, kakak dan adik, hal mana menurut syariat dan peraturan yang berlaku pada waktu tidak terlarang akan tetapi oleh syariat Muhammad SAW keadaan sebegini telah diharamkan.
Laban memberi hadiah kepada kedua puterinya iaitu kedua isteri Ya’akub seorang hamba sahaya untuk menjadi pembantu rumahtangga mereka. Dan dari kedua isterinya serta kedua hamba sahayanya itu Ya’akub dikurniai dua belas anak, di antaraya Yusuf dan Binyamin dari ibu Rahil sedang yang lain dari Laiya.

Kisah Nabi Ya’akub Di Dalam Al-Quran
Kisah Nabi Ya’akub tidak terdapat dalam Al-Quran secara tersendiri, namun disebut-sebut nama Ya’akub dalam hubungannya dengan Ibrahim, Yusuf dan lain-lain nabi. Bahkan kisah ini adalah bersumberkan dari kitab-kitab tafsir dan buku-buku sejarah.

___________________________

sumber:

Encyclopaedia of Islam, Martijn Theodoor Houtsma (M. Th. Houtsma)




Renungan bersama...

Sebarkan ilmu walau sedikit cuma. Mungkin ada percampuran ilmu yang tidak ilmiah disampaikan di dalam blog ini, namun harapannya agar semua lapisan masyarakat dapat mengambil sesuatu - kalau tidak banyak, sedikit - Tidak sekadar lapisan masyarat yang berilmu, mencintai ilmu dan yang punya kesedaran ilmu agama sahaja yang mendapat manfaatnya...

"Jika orang-orang ilmuan hanya mahu mengajar kepada orang-orang yang hanya ada kesedaran sahaja, orang-orang yang masih belum mendapat kesedaran pula, tanggungjawab siapa?"
 

khalifahBumi Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger