Mu’tah yang aku gelarkan sebagai pekan koboi ini ada kisahnya yang tersendiri. Walaupun penduduknya ada yang bersikap kasar, namun bukan semuanya jahat. Mungkin semangat jihad ketika Perang Mu’tah masih tersisa di jiwa mereka, menyebabkan jiwa mereka mudah naik angin. Terkenang aku dengan buku Sirah Nabawiyah karangan Dr. Muhammad Sa`id Ramadhan Al Buthy yang ada mencatatkan detik bersejarah itu. Peperangan yang terjadi pada bulan Jamadil Awal tahun ke-8 Hijrah ini berlaku disebabkan terbunuhnya Al-Harits bin Umair al Azdi, utusan Rasulullah SAW kepada raja Basrah. Setelah Rasulullah SAW menyerukan kaum Muslimin agar berangkat menuju Syam, dengan serta merta berkumpullah sebanyak 3000 tentara kaum Muslimin yang siap berangkat ke Mu‘tah.
Syahidnya Tiga Panglima
Rasulullah SAW tidak ikut serta bersama mereka. Baginda berpesan kepada mereka:
"Yang bertindak sebagai Amir (panglima perang) adalah Zaid bin Haritsa. Jika Zaid gugur, Ja‘far bin Abu Thaalib penggantinya, bila Ja‘far gugur, Abdullah bin Rawahah penggantinya. Dan jika Abdullah bin Rawahah gugur maka hendaklah kaum Muslimin memilih penggantinya.“ Selanjutnya Nabi SAW mewasiatkan kepada mereka agar sesampainya di sana mereka mengajak kepada Islam dan jika mereka menolak langsung ajakan tersebut, maka perangilah mereka dengan meminta pertolongan Allah.
"Yang bertindak sebagai Amir (panglima perang) adalah Zaid bin Haritsa. Jika Zaid gugur, Ja‘far bin Abu Thaalib penggantinya, bila Ja‘far gugur, Abdullah bin Rawahah penggantinya. Dan jika Abdullah bin Rawahah gugur maka hendaklah kaum Muslimin memilih penggantinya.“ Selanjutnya Nabi SAW mewasiatkan kepada mereka agar sesampainya di sana mereka mengajak kepada Islam dan jika mereka menolak langsung ajakan tersebut, maka perangilah mereka dengan meminta pertolongan Allah.
Setelah kaum Muslimin bergerak meninggalkan Madinah, musuh lalu mendengar keberangkatan mereka, kemudian mereka mempersiapkan pasukan besar bagi menghadapi kekuatan kaum Muslimin. Herculis mengerahkan lebih dari 100.000 tentara Romawi sedangkan Syurahbil bin Amer mengerahkan 100.000 tentara yang terdiri dari kabilah Lakham, Juzdan, Qain dan Bahra‘.
Mendengar berita ini, kaum Muslimin kemudian berhenti selama dua malam di daerah bernama Maan, berunding apa yang seharusnya dilakukan. Beberapa sahabat diantaranya berpendapat: “Sebaiknya kita menulis surat kepada Rasulullah SAW melaporkan kekuatan musuh. Mungkin beliau akan menambah kekuatan kita dengan pasukan yang lebih besar lagi, atau memerintahkan sesuatu yang harus kita lakukan.” Tetapi Abdullah bin Rawahah tidak bersetuju dengan pendapat tersebut. Bahkan beliau mengobarkan semangat pasukan dengan ucapan berapi-api :-
“Hai saudara-saudaraku, kalian tidak menyukai mati syahid yang menjadi tujuan kita berangkat ke medan perang ini?! Kita berperang tidak mengandaikan banyaknya jumlah pasukan atau besarnya kekuatan, tetapi semata-mata berdasarkan agama yang dikuruniakan Allah kepada kita. Karena itu marilah kita maju! Tidak ada pilihan lagi kecuali salah satu dari dua kebajikan : Menang atau mati syahid!”
Kedua-dua belah pihak akhirnya bertemu di Karak. Dari segi jumlah bilangan dan senjata, kekuatan musuh jauh lebih besar dari kekuatan kaum Muslimin. Zaid bin Haritsah yang mengepalai kaum Muslimin bertempur menghadapi musuh sehingga beliau gugur di hujung tombak musuh, kemudian Ja‘far mengambil alih panji peperangan dan maju merombak musuh dengan berani. Di tengah sengitnya pertempuran beliau turun dari kudanya lalu melanggar pertahanan pasukan Romawi tanpa rasa takut walau sedikit pun. Beliau terus bertempur hingga syahid di hujung pedang Romawi. Di tubuhnya terdapat lima puluh tusukan, semuanya di bagian depan. Kemudian panji peperangan diambil alih oleh Abdullah Rawahah. Beliau terus bertempur hingga gugur menjadi syahid.
Kemudian kaum Muslimin menyepakati Khalid bin Walib sebagai panglima perang. Beliau kemudian menggempur musuh hingga peperangan menjadi kacau bilau. Pada saat itulah Khalid mengambil langkah drastik menarik tenteranya ke Madinah.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas ra bahawa sebelum kaum Muslimin mendengar berita tewasnya tiga panglima perang mereka, Rasulullah saw menyampaikan berita gugurnya Zaid, Ja‘far dan Ibnu Rawahah kepada mereka kemudian bersabda: “Zaid memegang panji kemudian gugur. Panji itu diambil oleh Ja‘far dan beliau pun gugur, Panji itu diambil oleh ibnu Rawahah beliau pun gugur pula …“ Saat itu Baginda menitiskan air mata seraya melanjutkan sabdanya: “..akhirnya panji itu diambil oleh "pedang Allah“ (Khalid bin Walid) dan akhirnya Allah mengurniakana kemenangan kepada mereka (kaum Muslimin).”
Menjelang masuk ke kota Madinah, mereka disambut oleh Rasulullah SAW dan anak-anak yang berhamburan menjemput mereka. Rasulullah SAW bersabda; “Ambillah anak-anak dan gendonglah mereka. Berikanlah kepadaku anak Ja‘far.” Kemudian dibawalah Abdullah bin Ja‘far dan digendong oleh Nabi SAW. Para penduduk Madinah yang berang dengan tindakan tentera muslimin kerana tindakan mereka yang meninggalkan perang lantang berteriarak dengan ucapan;
"Wahai orang-orang yang lari! Kalian lari di jalan Allah!“
Tetapi Rasulullah saw membantah;
“Mereka tidak lari (dari medan perang) tetapi undur untuk menyerang kembali insya Allah.”
Olahan dan penulisan cerita yg terrrbaekkkk!! takbirr!!
ReplyDeletesekadar diterjemah dan dimudah bahasakan shj ke dlm bhs melayu..tulisan asal dlm bhs arab, kitab 'fiqh sirah nabawiah' karya Dr Syed Ramadhan al-Butty
ReplyDelete